Selasa, 11 Maret 2014

Inilah Gunung Dahsyat Punya Indonesia, Krakatau (Krakatoa)



Misteri Gunung Anak Krakatu

Pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda. Gunung ini kemudian meletus dahsyat dan menyisakan sebuah kawah besar (kaldera). Gunung yang meletus tersebut merupakan induk dari Gunung Krakatau yang kemudian meletus tahun 1883 dan menjadikannya salah satu letusan gunung terdahsyat di muka bumi.

Letusan gunung di Selat Sunda ini pernah tercatat dalam sebuah teks Jawa Kuno berjudul “Pustaka Raja Parwa” tahun 416 Masehi. Keterangan ini diperkuat pernyataan dua pakar geologi asal Belanda yaitu Verbeek (1885) dan Berend George Escher (1919, 1948). Keduanya lama bekerja di Indonesia dan melakukan penyelidikan tentang sejarah letusan Krakatau. B.G. Escher menyetujui bahwa yang dimaksud teks kuno Jawa tersebut adalah sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Krakatau Purba yang pernah meletus.


Teks Jawa kuno “Pustaka Raja Parwa” menceritakan bagaimana dahsyatnya letusan gunung purba ini.
Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, Pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan Pulau Sumatera.

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat Krakatau Purba hancur dan menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi kawahnya kemudian dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang, dan Pulau Sertung.

Ledakan Krakatau Purba diperkirakan para ahli berlangsung 10 hari dengan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter. Tidak hanya itu, bencana ini juga menurunkan temperatur bumi sebesar 5-10 derajat dalam kurun waktu 10 hingga 20 tahun dan menimbulkan penyakit sampar bubonic (Bubonic plague) karena temperatur bumi yang mendingin. Bahkan penyakit sampar ini juga secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi saat itu.

Letusan gunung ini juga diperkirakan ikut andil terjadinya abad kegelapan di muka bumi dan berakhirnya peradaban Persia purba, beralihnya bentuk Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar peradaban Maya, peradaban Tikal, serta peradaban Nazca di Amerika Selatan.

Catatan penelitian Krakatau Purba dari Berend George Escher dan Verbeek juga didukung beragam dokumen sejarah dari Nusantara, Siria, dan Cina tentang sebuah bencana yang sangat dahsyat terjadi di abad 5 atau 6 Masehi dan mengakibatkan Abad Kegelapan di seluruh dunia. Ice Cores di Antartika dan Greenland juga mencatat jejak ion sulfate vulkanik berumur 535-540 M dan diperkirakan kiriman bencana dahsyat Gunung Purna Krakatau.

Kedahsyatan Erupsi Krakatau 1883
Gunung Krakatau sebelumnya pernah meletus tahun 1680 dan menghasilkan lava andesitik asam. Berikutnya tahun 1880, Gunung Perbuwatan di Pulau ini kembali aktif mengeluarkan lava tanpa letusan. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883.

Setelah 200 tahun tertidur, kemudian terjadi letusan kecil di Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal akan terjadinya lanjutan sebuah letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul letusan kecil beruntun hingga puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883 dan tidak akan dilupakan penduduk Pulau Jawa dan Sumatera, bahkan penghuni Bumi.

Bumi dan manusia menjadi saksi, Senin, 27 Agustus 1883, tepat pukul 10.20 meletuslah Krakatau. Kekuatannya sangat dahsyat dan mengerikan. Para ahli menyebut bahwa saat itu letusannya setara dengan  13.000 kali kekuatan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Keesokan harinya sampai waktu yang cukup lama, penduduk Batavia (Jakarta) dan Lampung tidak lagi melihat sinar Matahari karena tertutup kabut asap yang amat tebal.

Letusan Krakatau menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan, serta sebagian Gunung Rakata dimana setengah kerucutnya hilang lalu membuat cekungan selebar 7 km sedalam 250 meter. Sekitar 23 km² bagian pulau ini termasuk Gunung Perbuwatan dan Gunung Danan surut ke dalam kaldera. Ketinggian asli Gunung Danan saat itu sekitar 450 meter kemudian runtuh sampai kedalaman 250 m di bawah permukaan laut. 

Suara ledakan dan gemuruh letusan Krakatau telah terdengar sampai radius lebih dari 4600 km hingga terdengar sepanjang Samudera Hindia, dari Pulau Rodriguez dan Sri Lanka di barat, hingga ke Australia di timur. Letusan tersebut masih tercatat sebagai suara letusan paling keras yang pernah terdengar di bumi.
Simon Winchester, ahli geologi dari Universitas Oxford Inggris sekaligus penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan Krakatau adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Letusan Krakatau melemparkan batuan apung dan abu vulkanik bervolume 18 kilometer kubik. Debu vulkanisnya menyembur hingga 80 km. Hamburan benda-benda bumi berterbangan ke udara lalu jatuh di dataran Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Bahkan benda vulkanik juga telah tiba hingga ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia, dan Selandia Baru.

Ribuan orang di Pulau Sumatera tewas akibat debu panasnya dan mega tsunami. Gelombang laut raksasa itu naik setinggi 40 meter lalu menghancurkan pemukiman desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tidak hanya tsunami yang terjadi tetapi juga diikuti longsoran bawah laut.

The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Korban tewas resmi yang dicatat pemerintah Hindia Belanda adalah 36.417 jiwa, meskipun beberapa sumber memperkirakan lebih dari 120.000 jiwa.  Korban yang tewas berasal dari 295 kampung di kawasan pantai mulai dari Serang hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan serta ke Sumatera Selatan. Di Ujung Kulon, tsunami masuk sampai 15 km ke arah barat. Gelombang tsunami juga merambat hingga ke Hawaii, pantai barat Amerika Tengah, dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu km. Ada laporan yang didokumentasikan dimana tengkorak manusia mengambang di atas rakit di Samudra Hindia sampai satu tahun setelah letusan.

Dampak gabungan dari aliran piroklastik, abu vulkanik, dan mega tsunami telah mengakibatkan salah satu bencana terbesar di muka bumi. Kedashyatan letusan Krakatau tidak sebesar letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora yang juga masih di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru, dan Gunung Katmal di Alaska. Akan tetapi, populasi manusia di sekitaran Krakatau saat itu sudah cukup padat dan bencana ini juga terekam oleh perkembangan sains dan teknologi yang berkembang saat itu. Letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Namun, ahli geologi saat itu belum mampu memberikan penjelasan mengenai penyebab letusannya.
Peneliti dari University of North Dakota menyebut ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern.
Letusan Krakatau telah menyebabkan perubahan iklim global bumi. Dunia menjadi merasakan siang harinya gelap selama 2 ½  hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Sinar Matahari redup tertutup kabut asap selama hampir setahun berikutnya. Hantaran debu vulkanik ini bahkan tampak di langit Norwegia di Eropa hingga ke New York di Amerika Serikat.
Gunung Anak Krakatau
Setelah letusannya Krakatau 1883, dua pertiga dari pulau Krakatau runtuh tenggelam ke dasar laut lalu tiba-tiba 44 tahun setelahnya yaitu pada 1927, sebuah pulau baru muncul di lokasi yang sama dan sesekali mengeluarkan semburan lava. Pulau baru itu disebut Anak Krakatau.
Anak Krakatau menyeruak ke permukaan bumi dari kawasan kaldera purba tersebut. Gunung ini pun ternyata masih aktif dan terus bertambah tingginya sekitar 20 inci per bulan. Dalam setahun menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki.  Catatan lain menyebutkan penambahan tingginya sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung  maka dalam waktu  25 tahun penambahan tingginya mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya.
Penyebab bertambah tingginya gunung ini disebabkan material yang keluar dari perut gunung baru tersebut. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Tidak ada teori yang masuk akal tentang kapan Anak Krakatau akan kembali meletus.
Profesor Ueda Nakayama, seorang ahli gunung api dari Jepang, menyatakan bahwa Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu dimana wisatawan dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkannya. (Him/Indonesia.travel)

 Sepertinya tidak ada hal istimewa di Gunung Anak Krakatau, selain letaknya yang berada di tengah laut.

“Turis asing biasanya datang hanya buat `trekking`. Mereka naik ke puncak dan berfoto, itu saja,” kata Amir 29 tahun, salah seorang penjaga Anak Krakatau.

Amir yang berasal dari Pulau Sebesi, pulau yang berjarak dua jam perjalanan dengan kapal dari Anak Krakatau tersebut, malah lebih tertarik untuk menceritakan mengenai kisah misteri yang melingkupi Anak Krakatau.

“Kadang-kadang, di malam hari kami mendengar suara-suara ramai, padahal tidak ada orang,” katanya.

Kadangkala disertai dengan penampakan hewan-hewan yang tidak seharusnya berada di Anak Krakatau, karena di pulau yang evolusinya dijaga ketat itu, hingga kini cuma ada burung dan kupu-kupu serta hewan-hewan kecil lainnya.

Amir menyebutkan bahwa beberapa pengunjung mengaku melihat hewan-hewan seperti kadal besar atau burung besar, padahal polisi hutan yang melakukan patroli rutin hampir setiap hari tidak pernah menjumpai hewan-hewan itu.

“Waktu itu, sekitar bulan Juli, kami mendengar suara ribut di sekitar Pulau,” tutur M Ikbal, polisi hutan Krakatau, menambah cerita misterius di Anak Krakatau.

Dari berbagai suara tersebut, Ikbal menyebutkan bahwa ia mendengar suara perempuan memanggil nama “Bambang”. “Suara kadang aneh, ada dagelan, ada wayang juga,” ceritanya.

Padahal, sejak bertugas di Anak Krakatau tahun 1991, Ikbal tidak pernah mendengar suara ribut seperti malam itu. “Kami juga melihat ada siluet kapal, tapi tidak jelas,” katanya.

Tengah malam, ia dan penjaga lainnya memutuskan untuk berpatroli mencari sumber suara tersebut. Namun setelah berkeliling menyusuri pulau, mereka tidak menemukan sumber suara tersebut.

Misteri Vulkanik
Misteri Gunung Anak Krakatu

Orang boleh tidak percaya dengan berbagai cerita misteri dan berbau mistis tentang Gunung Anak Krakatau. Tapi kemunculannya yang penuh kejutan pada tahun 1927, sungguh merupakan misteri vulkanik yang tiada duanya di dunia.

Proses kemunculan Anak Krakatau berawal dari letusan dahsyat “induknya”, Gunung Krakatau, pada 27 Agustus 1883.

Menurut catatan sejarah, Gunung Krakatau meletus sangat dahsyat, menggemparkan dunia dan menimbulkan tsunami terhebat sebelum bencana tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 lalu.

Disebutkan bahwa semburan lahar dan abu Gunung Krakatau waktu itu mencapai ketinggian 80 km, sementara abunya mengelilingi bumi selama beberapa tahun.

Ledakannya menimbulkan gelombang pasang setinggi 40 meter dan menyapu bersih pantai sepanjang Teluk Lampung dan pantai barat daerah Banten.

Sedikitnya 36.000 orang tewas waktu itu dan suara letusannya disebut-sebut terdengar hingga di Singapura dan Australia. Letusan Kratakau juga menimbulkan rangkaian gempa bumi yang menjalar sampai ke Australia selatan, Srilanka dan Filipina.

Dalam buku “Javanese Book of Kings”, disebutkan bahwa Gunung Krakatau Lama (purba) tingginya kala itu mencapai 2.000 meter dengan radius 11 km.

Ketika meletus, ledakannya mengakibatkan tiga perempat tubuhnya hancur dan menyisakan gugusan tiga pulau kecil yaitu Pulau Sertung, Pulau Panjang dan Pulau Krakatau Besar.

Empat puluh empat tahun kemudian lahir cikal bakal Anak Krakatau. Disebutkan bahwa sekitar tahun 1927, para nelayan yang tengah melaut di Selat Sunda, tiba-tiba terkejut dengan kemunculan kepulan asap hitam di permukaan laut di antara tiga pulau yang ada.

Setahun setelah kemunculan asap itu, muncullah Gunung Anak Krakatau. Hingga kini, Gunung Anak Krakatau terus “tumbuh”, dan ketinggian telah mencapai 280 meter dari permukaan laut.

Untuk mendaki puncak Anak Krakatau, diperlukan izin khusus yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. “Ada izin masuk yang dikeluarkan BKSDA, namanya Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi). “Untuk masuk ke Anak Krakatau, sistemnya bukan menggunakan karcis masuk, karena Anak Krakatau adalah cagar alam,” kata Kepala BKSDA Lampung Agus Harianta.

Peraturan tersebut, menurut Agus adalah untuk menjamin keamanan para pengunjung, karena Anak Krakatau seringkali menunjukkan aktivitas yang dianggap berbahaya.
Bahkan, setelah gempa dan tsunami yang melanda Aceh tahun 2004 lalu, ada kekhawatiran Anak Krakatau akan meletus.

Beberapa kali status aktivitas Anak Krakatau memang ditingkatkan menjadi “waspada”, namun pengunjung masih mendapatkan surat izin jika kondisinya dinilai tidak membahayakan.

Cerita Misteri Bikin Lestari
Misteri Gunung Anak Krakatu

Dengan setengah bercanda, Agus berkata bahwa munculnya cerita misteri yang melingkupi Anak Krakatau, sebenarnya merupakan hal bagus bagi kelangsungan evolusi ekosistem di gunung itu.

“Itu bagus karena wisatawan jadi berpikir dua kali untuk datang ke sana,” katanya sambil tersenyum.

Menurut dia, Anak Krakatau sebenarnya memang bukan sekadar daerah wisata, melainkan yang utama adalah fungsinya sebagai cagar alam. Anak Krakatau merupakan “harta paling berharga” bagi ilmu pengetahuan, karena kemunculan gejala gunung berapi dari dalam laut sungguh fenomena sangat langka di dunia.

Oleh karena itu, ekosistem Gunung Anak Krakatau yang saat ini terus berevolusi, dijaga sangat ketat kelestariannya.

Tercatat hanya empat tujuan seseorang diperbolehkan menginjakkan kakinya di Anak Krakatau, yaitu melakukan penelitian, pendidikan, pengembangan pengetahuan dan penunjang budidaya.

Pengaturan ketat tersebut dilakukan terhadap Gunung Anak Krakatau mengingat kian hari kian banyak wisatawan yang datang berkunjung, baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing.

Banyaknya wisatawan ke Gunung Anak Krakatau saat ini, karena rute untuk mencapainya cukup mudah, yakni lewat Pelabuhan Canti, Kalianda, Lampung Selatan.

Dari Pelabuhan Bakauheni, Lampung, hanya dibutuhkan waktu satu jam untuk mencapai Pelabuhan Canti, Kalianda, pelabuhan nelayan yang terdekat dengan Krakatau.

Wisatawan, dari Canti menyeberang ke Pulau Sebesi, pulau berpenghuni terdekat dengan Krakatau. Dengan menggunakan perahu sewaan, Anak Krakatau dapat ditempuh selama kurang lebih dua jam dari Pulau Sebesi.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Muhammad Hendrasto, mengatakan saat ini Gunung Anak Krakatau dalam status waspada atau level II. "Kondisinya masih waspada. Artinya masih normal," kata Hendrasto, Sabtu, 15 Februari 2014.

Menurut Hendrasto saat ini aktivitas vulkanik Anak Krakatau relatif stabil dan tidak menimbulkan letusan dan gelombang tsunami. Dalam jarak mendekati radius 1 kilometer dari puncak gunung, nelayan maupun pengunjung dilarang naik atau mendarat di pulau Gunung Anak Krakatau.

Gunung Anak Krakatau terkahir meletus pada 2 September 2012. Dengan erupsi tipe strombolian, gunung itu memuntahkan material pijar hingga ketinggian 200-300 meter. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi masih mematok status aktivitas gunung itu di level II atau waspada yang sudah ditetapkan sejak 2011 lalu. 

PVMG tidak menaikkan status gunung itu meski tipe letusannya strombolian, sebab lontaran material pijar yang terlontar dari kawah hanya sampai radius 1 kilometer karena sistem kawah Gunung Anak Krakatau sudah terbuka.

Selepas erupsi pada 2001, Gunung Anak Krakatau kembali aktif mulai 23 Oktober 2007 hinga 10 Juli 2011. Status gunung itu sempat dinaikkan di level III atau siaga pada 30 September 2011 sebelum diturunkan ke level II atau waspada mulai 26 Januari 2012.


Nah, untuk yang mau tau lebih jelas lagi, aku kasih video yang menjelaskan gimana Krakatau saat meletus plus penjelasan seputar volcano ^^


Tapi, apakah Krakatau akan meletus lagi? Semoga saja tidak ya :D



Sumber :

http://kisah-misteridunia.blogspot.com/2013/02/misteri-gunung-anak-krakatu.html

http://www.tempo.co/read/news/2014/02/16/058554624/Gunung-Anak-Krakatau-dalam-Status-Waspada

http://www.indonesia.travel/id/destination/621/cagar-alam-kepulauan-krakatau/article/77/kedahsyatan-erupsi-krakatau-letusan-besar-pada-535-m-dan-1883

thanks to :Youtube

LS5-8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar