Sabtu, 07 Februari 2015

CERPEN : "Fiska, Sahabat Baruku"


Fiska, Sahabat Baruku

Oleh : Kristina Suherman



Aku selalu mengeluh kalau Pak Dibyo yang mengajar, pelajaran matematika itu terasa sulit. Sekonsentrasi apapun pasti aku tidak bisa mengerti pelajarannya, sedikitpun tak ada yang melekat di otakku. 

“Sa, kamu tuh harus bisa matematika. Mama ga mau tahu, nilai kamu harus bagus. Mama mau kamu sekolah di Jerman kayak papa dan mama dulu. Malu dong nanti Mama, mama papanya sekolah di luar negeri anaknya engga. Di Jerman, matematika itu dibutuhkan buat proses seleksinya, bayangin dulu Mama dan Papa bisa ngalahin ribuan peserta yang daftar dan masuk sekolah bergengsi. Kamu harus bisa kayak Mama dan Papa dong...,” kata Mama saat mengetahui nilai ulangan matematikaku.


“Ma, Sasa ya Sasa. Ga bisa dong disamain sama Mama atau sama Papa. Ya aku udah coba tapi pelajaran Pak Dibyo tetep aja tuh ga ngerti. Coba Mama masukin aku ke bimbel kayak dulu pas aku SMP,” jawabku.

“Enak saja ya, uang buat bimbel itu mahal. Kamu harus belajar mandiri, jangan terlalu tergantung sama bimbel. Dulu Mama ga pernah les atau ikut bimbel sama sekali loh ya. Kamu harus belajar mandiri, jangan terlalu tergantung sama bimbel. Waktu itu Mama masukin ke bimbel karena bimbel itu punya temen Mama, bimbelnya baru buka dan nawarin ke Mama, kan ga enak kalau ga diterima apalagi itu rekan bisnis Papa. Kamu juga lagi SD ga pernah bimbel kan? Ya pasti sekarang kamu bisa dong.”

“Ya sudah terserah Mama saja,” jawabku sambil berlalu menuju kamar. 

Di kamar, aku membanting tasku dan membuka Macbook kado dari papa. Macbook itu dibeli Papa tiga bulan yang lalu. Aku membuka akun facebookku. Notifikasi lumayan banyak, maklum saja teman facebookku sudah mencapai dua ribu-an lebih. Tujuanku membuka facebook kali ini adalah untuk menjadi stalker. Hal yang paling suka aku stalking adalah akun facebook anak baru di sekolahku. Namanya Fiska Anggraeni. Anaknya manis, cantik, baik, banyak juga yang naksir. Bahkan mereka sampai berebut demi mengantarkan Fiska pulang. Sedikit iri sih sama Fiska.....

“Fis, gimana sih resep kamu buat dapetin cowo?,” kataku polos.

“Hmm,,.. ga ada sih sebenernya itu tergantung gimana kamu membuka hati buat orang lain. Kan jodoh orang beda-beda, ada yang udah dapet pacar waktu SMA, atau ada yang TK juga malahan... Yang pasti jodoh itu pasti ada, tinggal gimana diri lo ajah. Jangan terlalu tertutup, pede ajah. Gitu sih paling resepnya,” tutur Fiska sambil tertawa kecil.

Hari ini pelajaran paling neraka. Bad day ever! Pelajaran Pak Dibyo, pelajaran yang paling engga disukai sama gue. 

“Pagi anak-anak, God bless you...,” seru Pak Dibyo pada anak-anak saat memasuki kelas. 

Sebenarnya menurutku Pak Dibyo baik, tapi sayang dia ga cocok kayaknya jadi guru matematika. Hufft, entahlah kenapa harus dia ngajar matematika.

Pak Dibyo mengambil buku matematika milik Fino, ketua kelasku yang duduk paling depan. Lalu, Pak Dibyo menyuruh Fino untuk maju ke depan mengerjakan soal. Dan...... Upss, Pak Dibyo menunjukku untuk mengerjakan soal yang susahnya setengah mati. Kenapa harus akuhhhh?

Keringat mengucur deras dari pelipisku, ruang kelas ber-AC mendadak panas begitu Pak Dibyo menyuruhku mengerjakannya. Aku hanya bisa memandang angka-angka yang bertebaran di papan tulis dan memandang Fino yang begitu lancar mengerjakan soal dari Pak Dibyo. Aku menggenggam erat spidol hitam di tanganku, rasanya....

Tiba-tiba Pak Dibyo menegurku dari belakang, “Ayooo, cepat, menyerah?” Pak Dibyo meraih spidol yang terdapat di tangan kananku, ia mengajakku untuk bersama-sama mengerjakan soal itu. Ya mulai sedikit mengerti sih..... Tapi hanya sedikit.

Pak Maman, supir pribadiku sudah menunggu di gerbang sekolah. Kulihat Fiska sendiri saja di ruang tunggu dekat gerbang sekolah. Aku pun menyapanya.

“Hey, Fiska. Kenapa diam saja?”

“Hmm, aku mau pulang, hanya saja aku harus menunggu teman yang satu mikrolet denganku.”

“Ya sudah, sama aku ajah yukk, sekalian main di rumahku....”

“Yakin ini ga ngerepotin?”

“Engga kok Fis, aku justru seneng jadi di mobil aku ga bete..”

Persahabatan aku dan Fiska terus berlangsung, di kelas kami sering duduk bersama, mengerjakan PR, saling curhat, dan lain-lain. Aku merasa kalau Fiska memang orang yang paling klop sama aku. Kita juga sering belajar bareng.

Mama akhirnya senang karena aku bersahabat dengan Fiska, aku jadi punya banyak kegiatan positif. Nilai aku juga jadi ga merah, karena aku sering belajar bersama Fiska termasuk belajar melalui Youtube. Kalau sebelumnya aku lebih banyak menggunakan handphone dan segala gadget untuk eksis di instagram, path, atau di twitter, sekarang aku lebih banyak menghabiskan waktuku untuk ngeblog dan belajar bersama Fiska. 

Meskipun aku dan Fiska bersahabat, tapi ada hal yang sama sekali aku tidak ketahui tentang Fiska. Begitu disinggung soal orang tuanya, Fiska sama sekali tidak menjawab. Ketika pertemuan atau pengambilan raport, orang tua Fiska tidak pernah datang. Fiska selalu mengalihkan pembicaraan bila aku membicarakan hal itu. Tapi aku tidak pernah memaksanya, karena menurut mama mungkin ia memiliki masalah keluarga.

Suatu hari, ada pelajaran olahraga. Otomatis semua tas ditinggal di ruang olahraga, dan semua murid menuju lapangan. Waktu itu aku mencari Fiska tapi ia tidak ditemukan di lapangan. Aku berpikir mungkin Fiska sedang mengambil sesuatu. 

Tiba-tiba Fiska berlari ke arahku, nafasnya terengah-engah.  

“Hey, kamu dari mana? Kok dari tadi ga keliatan sih di lapangan?”

“Iya aku abis dari ruang olahraga ngambil botol minumku yang ketinggalan.”

Setelah pelajaran olahraga aku membuka tasku dan mencari dompetku untuk membeli minum. Alangkah terkejutnya aku, dompetku tidak ada pada tempatnya. Kartu kredit, paspor,  dan uang seratus lima puluh ribu rupiah raib. Aku langsung menjerit, dan teman-temanku menghampiriku.

Aku menceritakan hal itu pada teman-temanku, juga kepada Pak Mamin guru olahragaku. Pak Mamin kemudian mengajakku ke pos satpam. Aku bingung apa maksud Pak Mamin. Ternyata Pak Mamin menunjukkanku rekaman dari hidden camera. Aku  terkejut sekaligus sedih, karena ternyata orang yang membuka tasku dan mencuri isi dompetnya adalah Fiska.

Pak Mamin, guru BK, dan kepala sekolah langsung memanggil Fiska. Fiska langsung dikeluarkan dari sekolah sesuai peraturan sekolah yang berlaku. Guru BK bercerita bahwa alasan Fiska pindah dari sekolah lamanya karena ia merasa malu memiliki ayah dan ibu koruptor, dan Fiska mencuri untuk membuktikan kepada teman-temannya bahwa meskipun ayah ibunya dipenjara Fiska masih dapat mentraktir teman-temannya.

Aku tidak pernah bertemu lagi dengan Fiska sejak kejadian itu, Mama yang mendengar ceritaku langsung berkomentar menasihatiku, “Sa, kepercayaan itu mahal harganya kan?  Kalo kamu dipercaya, kamu harus pegang kepercayaan itu. Termasuk keputusan Mama dan Papa untuk mempercayakan kamu untuk bersekolah. Kamu harus manfaatkan itu. Contohnya udah jelas, Fiska ngecewain kamu kan? Rasanya gimana?”

“Hmm iya Ma, rasanya kayak ditusuk dari belakang.”

“Nah, kamu ga mau kan kayak Fiska?”

“Iya, Ma. Jelas ga mau dong... Sasa salah, Sasa bodoh banget sampe iri sama kecantikan Fiska yang cuma kecantikan semu.”

“Makanya, kamu jangan ngecewain mama dan papa. Belajar yang rajin, banggain mama dan papa.  Mama ngasih tau ini juga demi kebaikan kamu. Jangan tergantung juga sama sahabat, apapun yang terjadi antara kamu dan Fiska, nilai kamu harus tetep bagus, belajar kamu juga harus tetep jalan. Kamu juga harus jadi diri kamu sendiri, orang sehebat apapun pasti dia pernah ngerasain iri sama apa yang dimiliki orang lain. Kita manusia emang ga sempurna, satu dengan yang lain berbeda, tapi kita semua punya potensi masing-masing yang luar biasa. Jadi buat apa harus iri sama orang lain.... ”

“Iya, Ma. Sasa ngerti kok, ternyata Fiska jahat ya sama Sasa.....”

“Dia sebenernya baik, buktinya nilai kamu bagus kan karena belajar sama dia? Setiap orang memang punya masalah, ada orang yang bertahan untuk mencari solusi yang baik, tapi ada juga orang yang ga mau bertahan dan mencari jalan keluar yang cepat, contohnya Fiska. Apapun masalah kamu, jangan jadiin masalah memerintah kamu untuk melakukan hal yang ga baik. Kamu maafin dia, tetep kasihi dia sebagai sahabat kamu.”

Aku tersenyum dan memeluk mama, “Makasih Mama. Sasa bangga banget sama Mama.”

Sumber gambar : thepracticingcatholic.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar