Minggu, 19 April 2015

Kisah Seekor Katak : Katak Junior dan Katak Senior


Ada seekor katak, katak ini baru saja keluar dari kurungannya. Ia gembira sekali dan mulai melompat setinggi-tingginya, lalu mencari kediaman baru yang layak. Ia menemukan sebuah kolam kecil, dan di dalamnya juga hidup katak seperti dirinya. Ia disambut baik oleh katak yang telah lebih dulu mendiami kolam itu. Suatu hari mereka pergi bersama, katak baru ini terkejut karena temannya dapat melompat lebih tinggi darinya. Katak "senior" ini juga dapat mencari makanannya sendiri.

Dari pengalaman katak baru itu, katak baru belum berpengalaman. Sejak dulu sudah ada di dalam kurungan, terbiasa menerima makanan-makanan dari majikannya. Jelas katak baru ini terkejut dengan kehidupan temannya yang terlihat jauh berbeda dengan kehidupannya. Katak "senior" ini ternyata lebih mandiri.

Di dalam hidup, seringkali kita disuguhkan hal-hal yang instant, tapi bukan harus kita lakukan. Bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keinginan semata. Misalnya mie instant, kita bukan perlu, tapi ingin menghindari hal-hal yang membuang waktu. "Kan mie instant cepat dan mudah, hanya tinggal godok saring. Kalau mie biasa lama prosesnya..."
Atau yang instant yang serba mudah dan cepat itu memang dibutuhkan, karena tuntutan zaman. Misalnya: internet, semua orang membutuhkan internet saat ini, tidak bisa lepas.

Tapi kalau hal instant itu didefinisikan begini, mencontek, mencuri, memberi "suap", tidak jujur, tidak bertanggung jawab, dan lain-lain. Tindakan tersebut boleh disebut kita mau yang instant, sudah terbiasa hidup instant, jadi mau cari yang aman aman saja, tidak mau susah payah. Ada yang bilang begini, "Tak apa berbohong toh untuk kebaikan."

Kita terlalu banyak berpikir "in the box", yang artinya "di dalam kotak". Berpikiran sempit, seakan-akan tidak ada solusi lain, semua persoalan hanya dapat diselesaikan dengan cara instant (mencontek, mencuri, tidak jujur, tidak bertanggung jawab, dan lain-lain). Dalam menyelesaikan persoalan, terkadang pikiran kita tidak mau dibuka atas kemungkinan-kemungkinan lain.

Dalam menghadapi persoalan, bersikaplah terbuka, jangan mengacu pada satu solusi saja, tapi berbagai solusi yang mungkin. Contoh : Tidak bisa menjawab soal. Nah mengapa? Segala sesuatu pasti ada sebabnya, misalnya tidak mengerti materinya. Mengapa tidak mengerti? Karena tidak belajar, karena tidak berusaha untuk memahami kan? Lalu apa solusinya? Mencontek?

Dalam kondisi seperti itu, orang yang berpikir "in the box" akan mencontek. Sementara orang yang berpikir "out the box" akan menyadari, tidak belajar adalah keputusan yang salah sehingga tidak menjawab soal. Ingat, segala sesuatu ada sebabnya, jadi introspeksi diri sebelum memutuskan.

Kita sering dihadapkan pada krisis percaya diri, "Kok dia lebih cantik ya,...", "Kok dia lebih kaya ya,...", "Badannya lebih bagus, orangnya lebih pintar,.."
Minder boleh-boleh saja, iri boleh-boleh saja, tidak ada yang melarang kok, kalau memang itu suatu cambukan untuk maju ya tidak apa-apa. Tapi karena gara-gara minder itu, kita tidak maju. Kita jadi terlalu memikirkan keterbatasan-keterbatasan kita. "Mana bisa sukses, dia modalnya lebih besar."
Mindset seperti itu membatasi pikiran kita, membuat pikiran kita sempit dan tertutup sehingga kita tidak bisa menyadari potensi yang kita miliki untuk berkembang.


Berpikirlah "out of the box"!^^

sumber gambar : katak-support.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar