Ada seekor katak, katak ini baru saja
keluar dari kurungannya. Ia gembira sekali dan mulai melompat
setinggi-tingginya, lalu mencari kediaman baru yang layak. Ia menemukan sebuah
kolam kecil, dan di dalamnya juga hidup katak seperti dirinya. Ia disambut baik
oleh katak yang telah lebih dulu mendiami kolam itu. Suatu hari mereka pergi
bersama, katak baru ini terkejut karena temannya dapat melompat lebih tinggi
darinya. Katak "senior" ini juga dapat mencari makanannya sendiri.
Dari pengalaman katak baru itu, katak baru
belum berpengalaman. Sejak dulu sudah ada di dalam kurungan, terbiasa menerima
makanan-makanan dari majikannya. Jelas katak baru ini terkejut dengan kehidupan
temannya yang terlihat jauh berbeda dengan kehidupannya. Katak
"senior" ini ternyata lebih mandiri.
Di dalam hidup, seringkali kita disuguhkan
hal-hal yang instant, tapi bukan harus kita lakukan. Bukan suatu kebutuhan,
melainkan suatu keinginan semata. Misalnya mie instant, kita bukan perlu, tapi
ingin menghindari hal-hal yang membuang waktu. "Kan mie instant cepat dan
mudah, hanya tinggal godok saring. Kalau mie biasa lama prosesnya..."
Atau yang instant yang serba mudah dan
cepat itu memang dibutuhkan, karena tuntutan zaman. Misalnya: internet, semua
orang membutuhkan internet saat ini, tidak bisa lepas.
Tapi kalau hal instant itu didefinisikan
begini, mencontek, mencuri, memberi "suap", tidak jujur, tidak
bertanggung jawab, dan lain-lain. Tindakan tersebut boleh disebut kita mau yang
instant, sudah terbiasa hidup instant, jadi mau cari yang aman aman saja, tidak
mau susah payah. Ada yang bilang begini, "Tak apa berbohong toh untuk
kebaikan."
Kita terlalu banyak berpikir "in the
box", yang artinya "di dalam kotak". Berpikiran sempit,
seakan-akan tidak ada solusi lain, semua persoalan hanya dapat diselesaikan
dengan cara instant (mencontek, mencuri, tidak jujur, tidak bertanggung jawab,
dan lain-lain). Dalam menyelesaikan persoalan, terkadang pikiran kita tidak mau
dibuka atas kemungkinan-kemungkinan lain.
Dalam menghadapi persoalan, bersikaplah
terbuka, jangan mengacu pada satu solusi saja, tapi berbagai solusi yang
mungkin. Contoh : Tidak bisa menjawab soal. Nah mengapa? Segala sesuatu pasti
ada sebabnya, misalnya tidak mengerti materinya. Mengapa tidak mengerti? Karena
tidak belajar, karena tidak berusaha untuk memahami kan? Lalu apa solusinya?
Mencontek?
Dalam kondisi seperti itu, orang yang
berpikir "in the box" akan mencontek. Sementara orang yang berpikir
"out the box" akan menyadari, tidak belajar adalah keputusan yang
salah sehingga tidak menjawab soal. Ingat, segala sesuatu ada sebabnya, jadi
introspeksi diri sebelum memutuskan.
Kita sering dihadapkan pada krisis percaya
diri, "Kok dia lebih cantik ya,...", "Kok dia lebih kaya
ya,...", "Badannya lebih bagus, orangnya lebih pintar,.."
Minder boleh-boleh saja, iri boleh-boleh
saja, tidak ada yang melarang kok, kalau memang itu suatu cambukan untuk maju
ya tidak apa-apa. Tapi karena gara-gara minder itu, kita tidak maju. Kita jadi
terlalu memikirkan keterbatasan-keterbatasan kita. "Mana bisa sukses, dia
modalnya lebih besar."
Mindset seperti itu membatasi pikiran kita,
membuat pikiran kita sempit dan tertutup sehingga kita tidak bisa menyadari
potensi yang kita miliki untuk berkembang.
Berpikirlah "out of the box"!^^
sumber gambar : katak-support.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar