Ma, Minta
HP!
Oleh : Kristina Suherman
Mama selalu melarangku untuk memiliki handphone, padahal Papa
sudah membolehkanku. Papa juga tak bisa berbuat apa-apa karena Mama lebih galak
dari Papa!
Di usiaku 12 tahun ini, Mama jelas melarang. Padahal semua temanku
sudah memiliki handphone, bahkan Mutia, anak pembantu saja sudah memilikinya.
Jadi apa kata teman-teman nanti?
“Mah, kapan Mama mau beliin Angel hp?”
“Yah Mama, itu kan lama, kenapa sih kuno banget, kita perlu modern
sedikit Ma!,” jawabku kasar.
Aku langsung berlari menuju pintu kamar dan menutupnya dengan
keras. Aku sudah tidak sabar lagi, Mama terlalu banyak aturan, padahal
kebebasan itu penting. Percuma barang-barang mewah di rumah ini tapi hp yang
paling penting saja tidak punya. Kali ini aku berniat untuk mogok makan, atau
lebih ekstrem lagi aku bakalan mogok ketemu Mama. Biar Mama rasain sendiri
akibatnya!
Ketika jam makan siang, Mama mengetuk pintu kamarku. Aku tak mau
menjawabnya, aku melanjutkan tidurku dan mengunci pintu kamarku. Aku tertidur
pulas dan menghindar dari suara Mama.
***
Jam menunjukkan pukul tiga sore. Aku terbangun dan tak mendengar
suara Mama lagi dari balik pintu. Tapi perutku sekarang terasa lapar, bunyinya
seperti ada konser dangdut di dalamnya. Aku tak bisa keluar untuk mengambil
makanan, bisa jatuh martabatku di depan Mama. Aku akan menahan laparku karena
ini udah komitmenku kalau aku tak membutuhkan Mama lagi sampai Mama membelikanku
handphone.
Tiba-tiba ada suara ketukan
pintu.
“Non Non...”
Rupanya itu suara Bi Sumi, untuk apa dia kemari? Aku langsung
memencet remote pintu. Pintu terbuka secara otomatis. Bi Sumi pun masuk dan
meletakkan satu nampan yang di dalamnya terdapat aneka makanan. Termasuk ayam
goreng kesukaanku.
Papa pergi satu minggu, begitu kata Bi Sumi. Pasti ini ulah Mama
sehingga Bi Sumi tiba-tiba berkata begitu, Mama tahu kalau aku selalu dibela
oleh Papa, kalau Papa tidak ada sampai satu minggu, berarti aksiku harus
berjalan sampai Papa datang, mana kuat? Aku tak dapat menahan laparku. Aku
langsung menyuruh Bi Sumi pergi agar Bi Sumi tidak tahu kalau aku memakan
makanan itu.
***
Brrrmmm. Ku dengar suara mobil dari luar. Ternyata Mama pergi. Mau
pergi ke mana Mama? Aku berlari ke lantai bawah dan menuju parkir mobil. Aku
memanggil Pak Parno, supir pribadi khusus yang disiapkan untukku.
“Pak Parno... Pak Parnoooo...,” aku berteriak
sekencang-kencangnya.
Pak Parno berlari ke arahku.
“Pak Parno, tahu Mama pergi ke mana? Cepat ikuti. Jangan sampai Mama tahu!”
Aku langsung menaiki mobilku, dan segera mengikuti arah mobil
Mama. Berbelok ke kanan, lurus, belok kanan lagi, lurus, belok. Rasanya jauh
sekali, mungkin ini arah menuju Bogor. Benar saja, aku melihat spanduk
bertuliskan “Selamat Datang di Kota Bogor” lengkap dengan semboyan-semboyannya.
Aku semakin bertanya-tanya dalam hatiku.
Setelah melalui 2 jam perjalanan karena macet, mobil Mama berhenti
di depan sebuah rumah kecil. “Yayasan Budi Asih”. Tidak jelas yayasan ini
bergerak di bidang apa. Begitu Mama masuk, aku mulai mengikuti Mama. Aku tidak
berani terlalu dalam masuk, aku takut ketahuan Mama. Aku kembali ke mobil
menunggu Mama keluar.
Satu jam, dua jam berlalu. Akhirnya Mama keluar.
“Non, mau diikuti lagi mboke?,” tanya Pak Parno
“Ga usah Pak, sekarang tunggu di sini, saya mau masuk
sebentar...,” jawabku sambil membuka pintu mobil.
Aku langsung masuk ke dalam rumah itu. Di dalamnya banyak terdapat
anak kecil, ada yang disabilitas, ada yang menderita polio, dan lain-lain.
Tiba-tiba seorang ibu menegurku...
“De, ada yang bisa dibantu?”
“Hmm, saya mau tanya kenal Ibu Rusmini?”
“Bu Rusmini Setiawan? Baru saja tadi keluar. Mari kita bicara di
dalam saja, di sini ramai dengan suara anak-anak...,” jawab ibu itu.
Ibu yang tak kukenal namanya ini mengajakku ke dalam dan melewati
banyak foto-foto. Kemudian kami berhenti di depan foto seorang anak perempuan.
“Ini Ibu Rusmini sewaktu kecil, beliau dulu teman saya di panti
asuhan milik Yayasan Budi Asih ini. Beliau diadopsi terlebih dahulu daripada
saya. Sekarang Ibu Rusmini menjadi donatur tetap di sini. Setiap bulan beliau
selalu datang menemui anak-anak panti.”
Ibu itu mendekati meja kerjanya dan mengambil sebuah CD lalu
memberikannya padaku.
“Ini kampanye panti asuhan kami dalam mencari donatur, kalau Non
berkenan silahkan diambil boleh disebar luaskan. Kebaikan Non sangat berarti
buat panti asuhan ini. Oh ya tadi Non ini ada perlu apa mencari Ibu Rusmini?”
“Sudah cukup Bu informasinya. Terimakasih Bu, pasti akan saya
bantu. Kalau begitu saya pamit dulu.”
***
Aku menyetel CD itu di mobil. Aku begitu terharu melihat isi CD
itu. Aku melihat Mama begitu bahagia mengkampanyekan Panti Asuhan Budi Asuhan
ini. Aku merasa bersalah sudah merengek-rengek meminta HP pada Mama. Aku menyesal sudah mogok makan dan
mogok ketemu Mama. Padahal anak-anak panti asuhan itu lebih membutuhkan kasih
sayang daripada HP. Yang mereka cari adalah kebahagiaan sempurna bersama orang
tua yang mengasihi mereka.
Sesampainya di rumah, aku mencari Mama dan memeluknya erat, “Ma,
Angel sayang Mama, maafin Angel ya, ...”
“Iya sayang, coba liat ini ada hadiah buat kamu,” jawab Mama
sambil tersenyum
Aku membuka bungkus hadiah itu. Setelah kubuka ternyata isinya
adalah HP yang selama ini aku idam-idamkan. Aku memeluk Mama lagi.
“Sayang, Mama tahu kamu udah cukup dewasa untuk menggunakannya.
Jadi jaga baik-baik kepercayaan dari Mama dan Papa..”
“Iya Ma, tapi bukan HP ini yang jadi kebutuhan utama Angel, justru
Angel lebih senang memiliki Mama dan Papa. Ajak Angel juga setiap bulan ke
Panti Asuhan Budi Asih...”
“Ini baru anak Mama.... Tapi kok kamu bisa tahu Budi Asih?”
“Panjang Ma ceritanya.....”
“Panjang Ma ceritanya.....”
Aku bercerita panjang lebar tentang apa yang aku alami, aku ingin
lebih memperhatikan Mama dari pada HP yang kumiliki. Aku mendapatkan satu hal,
“Tak ada yang lebih indah dari pada kasih orang tua, dan tak ada yang lebih
penting dari cinta orang tua di dunia ini.”
terharu
BalasHapusBagus banget! Aku sering mogok gara2 mamaku juga! Tapi... setelah baca ini aku uda enggak! Mksh!!
BalasHapus